MUHAMMAD YUSRO

Learning, Teaching and Sharing

Archives October 2017

Ujian Doktor ke-2 Bidang Teknik Informatika

ALHAMDULILLAH,
Akhirnya terlalui juga, perjalanan studi yang penuh suka duka, pengorbanan, cinta dan pengertian dari istri dan anak2, penuh dukungan dari keluarga besar dan kawan2 tim riset…

Telah dilaksanakan Ujian secara teleconference antara Indonesia dan Perancis, pada hari Rabu 18 Oktober 2017, pukul 10.00 a.m – 12.00 a.m (France Time) atau 03.00 p.m – 05.00 p.m (Indonesia Time) di Ruang Multimedia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok.

Terima Kasih kepada para Pembimbing/Penguji dari Indonesia: [Prof. Dr.-Ing. Kalamullah Ramli , Prof. Bagio Budiardjo, M.Sc dan Dr. Dodi Sudiana]; Pembimbing/Penguji dari Perancis : [Prof. Kun Mean Hou, Prof. Edwige Pissaloux and Prof. Nadine Piat]. Atas bimbingannya, sehingga dinyatakan Lulus dalam Ujian Doktor ke-2 Bidang Teknik Informatika dari University of Clermont Auvergne.

Terima kasih untuk Pimpinan dan Kawan2 FTUNJ, Pimpinan dan Kawan2 FTUI, Kawan2 seperjuangan program DDIP (DOUBLE DEGREE INDONESIA PRANCIS).

http://www.uca.fr/

Peternakan Doktor, Pembibitan Koruptor

Penulis : Prof. Dr. Moh Mahfud MD
Ketua Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN)
Ketua MK (2008-2013)

UNTUK kesekian kalinya saya kaget membaca berita tentang pelanggaran norma dan etika akademik yang luar biasa di perguruan tinggi. Baru-baru ini diberitakan oleh media massa tentang adanya pendidikan doktor super cepat dan instan sehingga banyak yang menyebutnya “peternakan doktor” di perguruan tinggi di Indonesia.

Terjadinya bukan hanya di perguruan tinggi papan nama yang ecek-ecek, melainkan di perguruan tinggi negeri. Bayangkan, ada seorang guru besar di perguruan tinggi bisa membimbing dan melahirkan doktor sampai sebanyak 65 bahkan 118 doktor dalam setahun.

Rasanya itu memang bukan pendidikan doktor, melainkan peternakan doktor. Itu diyakini bukan hanya melanggar norma akademik yang mengharuskan prosedur pembimbingan dan penelitian tertentu, tetapi juga melanggar etika akademik yang menuntut integritas keilmuan baik bagi sang profesor maupun bagi sang doktor yang dicetaknya. Kita tidak bisa membayangkan, bagaimana cara sang profesor membimbing para calon doktor itu.

Read More